OPSI

Selasa, 13 November 2012

SKRIPSI


ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK DALAM PUISI KARAWANG BEKASI
KARTA CHAIRIL ANWAR DARI SEGI PSIKOLOGI



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Salah satu bentuk karya sastra adalah puisi. Puisi sebagai salah satu karya seni sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya.Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan dibaca oleh orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan, hal ini mengingat hakikatnya sebagai karya seni  yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teeuw,1980:12). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Rifaterre,1987:1).
Meskipun demikian, orang tidak akan memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan sesuatu yang kosong tanpa makna. Senada dengan hal tersebut dalam proses penjadian puisi, ada masalah psikologis, sosiologis,   
 
kultural, bahkan juga ideologis yang justru sering kali mempengaruhi struktur puisi yang bersangkutan. Akan kita jumpai, betapa masalah diluar teks menawarkan medan tafsir yang menuntut bantuan bantuan disiplin ilmu lain. Di sinilah unsur ekstrinsikalitas memegang peranan penting untuk menuntun pembaca memahami makna teks lebih lengkap lantaran ia punya cantelan dengan konteksnya. Pembaca dibawa ke dunia di luar teks yang sangat mungkin memberi penyadaran betapa kekayaan dan heterogenitas kebudayaan itu merupakan fakta yang sudah ada entah sejak kapan. Keberagamandan heterogenitas etnik dengan segala perbedaanya adalah kekayaan sosiologis, historis, dan kultural.
Masyarakat sastra pada umumnya telah mengenal seorang Chairil Anwar, seorang penyair besar yang juga pelopor dari Angkatan 45. Walaupun ia seorang penyair besar, namun itu tidak mencerminkan kehidupannya yang nyaman seperti seseorang yang agung dan mempunyai sebuah nama besar. Kehidupannya begitu sederhana dan dinamis, bahkan lebih banyak masa-masa sulit yang ia hadapi.
Puisi Karawang bekasi adalah karangan Chairil Anwar dibuat pada tahun 1946 yang bersifat sastra mimbar untuk menyebut jenis puisi-puisi yang bersifat sosiologis (yang berpretensi untuk menjawab atau menanggapi fakta-fakta sosial) dan biasanya dibaca dengan suara yang keras atau menyeru-nyeru serta dengan tangan yang terkepal. Puisi Karawang bekasi ini lebih bersifat heroisme.
Isi puisi karawang Bekasi menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan, kemudian para prajurit tewas dalam pertempuran “Karawang bekasi”. Prajurit muda yang tewas tersebut ingin di kenang oleh rakyat Indonesia serta agar

perjuangan mereka diteruskan oleh rakyat Indonesia. Adapun motif yang terdapat dalam puisi ini adalah:
1.            Motif perjuangan, menggambarkan perjuangan para prajurit yang gigih berani demi merebut kemerdekaanya dari tangan penjajah.
2.            Motif Amanat, adanya pesan pengarang agar tetap mengenang jasa prajurit yang tewas dalam pertempuran “Karawang Bekasi”
Puisi Karawang bekasi ini juga mempunyai banyak sisi yang menarik untuk diketahui lebih dalam. Lebih lanjut tentang puisi karawang Bekasi dan keterkaitannya dengan Chairil Anwar sebagai pengarang dari puisi tersebut menjadi alasan peneliti berminat untuk menganalisis puisi Karawang Bekasi. Analisis terhadap puisi karawang Bekasi peneliti membatasi pada unsur ekstrinsiknya saja berdasarkan pemahaman peneliti setelah membaca puisi Karawang Bekasi.
Puisi ini menawarkan berbagai problem ekstrinsikalitas, sebuah kajian yang menarik dan provokatif. Penting untuk para penikmat sastra yang penasaran pada kekayaan makna puisi karawang bekasi dalam perspektif psikologi.
Itulah salah satu alasan penulis menawarkan apa yang disebut ekstrinsikalitas tadi. Cita-citanya sederhana; menawarkan pemahaman keIndonesiaan dengan semangat kebersamaan ,toleransi dan saling menghargai.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diketahui rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimana unsur ekstrinsik psikologis yang terdapat dalam puisi Karawang Bekasi karya Chairil anwar  jika dikaji dari segi psikologi?

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini tercapai dengan baik dan memuaskan maka harus ada tujuan yang jelas. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mendeskripsikan hasil penelitian unsur ekstrinsik yang terdapat dalam puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar jika dikaji dari segi Psikologi.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra, khususnya tentang unsur ekstrinsik psikologis dalam sebuah puisi.


2. Memberikan gambaran bagi guru tentang pendekatan struktural genetik untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra yang menarik, kreatif, dan inovatif.

3.     Penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

4.     Penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi puisi Karawang Bekasi dan mengambil manfaat darinya. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli dalam memilih bahan bacaan (khususnya puisi) dengan memilih puisi-puisi yang mengandung pesan moral yang baik dan dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri pribadi.
5.     Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun bahan pijakan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Puisi
Secara etimologis kata puisi berasal dari bahasa Yunani poites yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Sedangkan dalam bahasa latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya di susun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Situmorang, 1980:10). Menurut Vicil C.Coulter, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hamper menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka sama dewa-dewa. Dia adalah mempunyai penglihatan yang tajam, orang suci, yang sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran dan tersembunyi (Situmorang, 1980:10).
Ada beberapa pengertian lain mengenai puisi.
a.    Menurut kamus istilah sastra (Sudjiman,1984), Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama,matra,rima,serta pemyusunana larik dan bait.
b.    Putu Arya Tirtawira (1980:9) nmengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara inplisit, samar dengan makna yang tersirat dimana kata-katanya condong pada makna konotatif.
c.    Ralph Waldo Emerson (Situmorang,1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit mungkin.
d.    Percy Byssche Shelly (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah rekaman dari saat-saat yang paling baik dan paling senang dari pikiran-pikiran yang paling senang.
e.    William Wordsworth (Situmorang,1980:8) mengatakan bahwa puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya, memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian.
f.     Watt-Dunton (Situmorang,1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dan pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
g.    Lesceles Abercrombie (Situmorang,1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari pengalaman imajinatif yang hanya bernilai serta berlaku dari ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang di utarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap rencana yang matang serta bermanfaat.
h.    Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
i.      Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
j.      Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
k.    Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
l.      Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
m.  Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
n.    Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.

2.      Unsur-unsur Pembentuk Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat.   Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Ada beberapa pendapat lain tentang unsur-unsur pembentuk puisi, salah satunya adalah pendapat I.A.Richard. dia membedakan dua hal penting yang membedakan sebuah puisi. yaitu batin puisi atau hakikat puisi (The nature of poetry), dan fisik puisi atau metode puisi (The method of poetry). Batin puisi atau hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok,yaitu:

1.    Sense (tema atau arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (Subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun tidak langsung (Pembaca harus menebak atau mencari-cari,menafsirkan).

2.    Feeling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi setiap persoalan.

3.    Tone (nada)
Yang dimaksud dengan tone adalah sikap penyair terhadap pembaca dan penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca,penyair bias bersikap rendah hati,angkuh,persuasive,dan sugestif.


4.    Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam setiap karyanya. Tujuan dan amanat ini berbantung pada pekerjaan, cita-cita,pandangan hidup,dan keyakinan yang dianut penyair.

Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi atau metode puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.

1.    Perwajahan puisi (tipografi)
Tipografi bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2.    Diksi (pilihan kata)
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3.    Imaji (Daya bayang)
Yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4.    Kata kongkret
Yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.

5   Bahasa figurative (Gaya bahasa)
Yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.

6.  Versifikasi
Yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.

Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.

Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
a.    rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b.    Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c.    Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
d.   Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e.    Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f.     Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
g.    Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h.    Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.  
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah
1.    Lapis bunyi (sound stratum)
2.    Lapis arti (units of meaning)
3.    Lapis obyek yang dikemukakan atau "dunia ciptaan"
4.    Lapis implisit
5.    Lapis metafisika (metaphysical qualities)

3.      Fungsi puisi
Ada beberapa pendapat tentang fungsi puisi sebagai berikut:
1.      MatthewArnold
Puisi merupakan keistimewaan tersendiri, ia memberikan sumbangan kepada perbendaharaan pengalaman atau pengetahuan manusia.
2.      Aristoteles
Puisi yang bersifat tragis berupaya membersihkan kerohanian manusia melalui rasa simpati atau belas kasihan.

3.      Maliere
Puisi mampu membawa manusia ke arah jalan yang lurus disamping menggelikan hati.

4.      Shelley
Puisi memperkuat organ moral manusia sama seperti pendidikan jasmani yang memperkuat urat-urat dalam badan, dan puisi juga bisa membawa kita untuk melihat apa yang kita tidak pernah kita lihat, untuk mendengar apa yang tak pernah kita dengar.

5.WaldoEmerson
Puisi mengajar sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit mungkin.

6.      ShahnonAhmad
Puisi adalah untuk menyemarakkan kesadaran. Umtuk memanusiakan kembali manusia itu, meninggikan budi pekerti, membentuk perwatakan dan juga membangkitkan semangat untuk bertindak.

7.      UsmanAwang
Puisi adalah untuk menimbulkan kesedaran atau keinsafan dalam diri dan hati.

4.      Manfaat Puisi
Puisi, seperti karya sastra lainnya, merupakan bagian dari institusi sosial yang memakai medium bahasa. Puisi menyajikan ‘kehidupan’ dan ‘kehidupan’ sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga ‘meniru’ alam dan dunia subjektif manusia. Dalam konteks ini, penyair mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai massa walaupun hanya secara teoretis. Dengan demikian, pemahaman puisi tidak dapat dilepaskan dari latarbelakang kemasyarakatan dan budayanya.

Sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Penyair, tidak bisa tidak, mengekspresikan pengalaman dan pandangannya tentang hidup. Namun, tidak benar kalau dikatakan bahwa penyair mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan atau kehidupan zaman tertentu secara konkret dan menyeluruh. Dengan mengatakan bahwa pengarang harus mengekspresikan kehidupan sepenuhnya---mewakili masyarakat dan zamannya---kita sudah memaksakan suatu kriteria penilaian tertentu. Jika dikaitkan dengan manfaat puisi bagi masyarakat, hal pokok yang perlu untuk diketahui adalah membuat kita melihat apa yang sehari-hari sudah ada di depan kita,. dan membayangkan apa yang secara konseptual.


3. Hakikat Ekstrinsik
a. Ekstrinsik karya sastra
Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, tidak terkecuali pada puisi. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang terdapat di dalam karya tersebut, sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).Unsur intrinsik menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra seperti tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Unsur intrinsik hanya memandang unsur-unsur yang terdapat di dalam karya saja. Penilaian yang tepat untuk menentukan unsur intrinsik ini adalah penilaian objektif, karena penilaian tersebut hanya menilai unsur-unsur yang terdapat di dalam karya yang dinilai. Penilaian objektif menganggap sebuah karya sastra adalah karya yang berdiri sendiri tanpa mengaitkan karya sastra dengan sesuatu yang berada di luar karya itu, baik itu penyairnya, muapun aspek-aspek lain yang mempengaruhi. Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain- lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian,dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sumber ilham bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya sastra. Seorang sastrawan memiliki penalaran yang tinggi, mata batin yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.             Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur                      ekstrinsik  yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ektrinsik yang dimaksud                                    
seperti filsafat, psikologi, religi, gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra tidak mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca Sastrawan berupaya untuk menyalurkan obsesinya agar mampu dimaknai oleh pembaca. Visi dan persepsinya tentang manusia di muka bumi bisa ditangkap oleh pembaca, dan pembaca terangsang untuk tidak melakukan hal-hal yang berbau hedonis dan tidak memuaskan kebuasan hati. Persoalan amanat, tendensi, unsur edukatif dan nasihat bukanlah hal yang terlalu berlebihan dalam karya sastra. Bahkan unsur-unsur tersebut merupakan unsur paling esensial yang perlu digarap dengan catatan tanpa meninggalkan unsur estetikanya. Sebab jika sebuah tulisan hanya mengumbar pepatah-petitih sosial, kepincangan-kepincangan sosial, tanpa   diimbangi aspek estetika, namanya bukan karya sastra. Tulisan tersebut hanyalah sebuah laporan jurnalistik yang mengekspose kejadian-kejadian negatif yang tengah berlangsung di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, kehadiran unsur-unsur tersebut bersama dengan proses penggarapan karya sastra.

b. Psikologi karya sastra
Dalam kajian sastra, psikologi sangat berpengaruh terhadap proses penjadian karya sastra. Ia lahir dari proses yang rumit kegelisahan  sastrawan atas kondisi masyarakat dan terjadinya ketegangan atas kebudayaannya. Sastra juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia mengungkapkan kondisi masyarakat pada masa tertentu. Dari sanalah sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi psikologi yang sesungguhnya merepresentasekan kebudayaan bangsanya.
Mengingat bahwa dunia dalam karya sastra merupakan dunia tiruan  atas kehidupan sehari-hari (imatitation of reality), maka karya sastra itu merupakan dokumen yang mencatat realitas, tidaklah semata-mata melaporkan realitas itu sendiri, melaingkan melaporkan realitas yang telah menjadi pemikiran pengarangnya. Jadi, realitas itu hadir untuk kepentingan pemikiran itu sendiri . Didalamnya termasuk realitas Psikologi (Ann Jefferson dan David Robery, 1982:11:16) yang oleh Van Luxemburg dkk, (1989:11;12) disebut sebagai teks referensial.
Sesuai dengan anggapan bahwa suatu karya (sastra puisi) adalah ciptaan pengarang yang tidak terlepas dari kreasi imajinatif, maka pandangan bahwa karya sastra merupakan dokumen realitas, mesti dimaknai sebagai realitas yang telah mengalami proses pengendapan di dalam pemikiran pengarangnya. Jadi, yang utama adalah pemikiran yang menguasai penciptaan itu sekaligus merupakan pantulan psikologi pengalaman pengarang dalam kehidupan masa lalunya. Ia berkaitan erat dengan situasi sosial zamannya saat karya itu sendiri dilahirkan.
Sungguhpun demikian, mengingat karya sastra tidak terlepas dari kreasi imjinatif pengarangnya, maka sebagai sumber sejarah karya sastra termasuk sumber yang sulit dipertanggung jawabkan secara factual. “Tak ada kejadian atau peristiwa, sebagai bagian dari mata rantai sejarah yang bisa direkonstruksikan dari puisi” (Taufik Abdullah,1983;503) Tetapi ada dua hal yang bisa diberikan oleh puisi. Pertama, Puisi bisa memberikan pantulan-pantulan tertentu tentang perkembangan pikiran, perasaan, dan orientasi. Kedua, novel dapat pula memperlihatkan bagaimana bekerjanya suatu bentuk structural dari situasi historis tertentu dari lingkungan penciptanya (Abdullah,1983:503-506).
Dalam konteks itu, pendekatan psikologi atau usaha-usaha menggali makna karya sastra (puisi), memberi peluang untuk lebih memahami pemikiran pengarangnya dalam hubungannya dengan situasi sosial pada zamannya.Menyitir pendapat Grebstein(1968:164-165) yang juga dikutip Sapardi Djoko Damono (1979:3), bahwa pemahaman terhadap karya sastra hanya dapat dilakukan secara lebih lengkap apabila karya itu sendiri tidak dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan, atau peradaban yang telah menghasilkannya. Setiap karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural. Ini pula yang menjadi salah satu alasan penulis untuk mencoba mengungkapkan unsur-unsur ekstrinsikalitas melalui pendekatan psikologi yang terdapat dalam puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar, sekaligus mencoba menangkap pemikiran pengarangnya yang berhubungan dengan situsi-situasi yang terjadi pada zamannya.

4. Biografi Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tungal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya bekerja sebagai pamongpraja. Ibunya masih mempunyai pertalian keluarga dengan Sultan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Kedua orang tuanya bercerai dan ayanhnya menikah lagi dengan wanita lain. Setelah perceraian itu, Chairil mengikuti ibunya merantau ke Jakarta.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai orang remaja,   namun   tak   satu   pun   puisi   awalnya  yang  ditemukan.  Meskipun
pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya dengan membaca buku-buku dari pengarang internasional ternama, seperti Rainer M. Rike, W.H. Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Chairil Anwar mulai memiliki perhatian terhadap kesusasteraan sejak sekolahj dasar. Di masa itu, ia sudah menulis beberapa sajak yang memiliki corak Pujangga Baru, namun ia tidak menyukai sajak-sajak tersebut dan membuangnya. Begitulah pengakuan Chairil Anwar kepada kritikus sastra HB. Jassin. Seperti yang ditulis oleh Jassin sendiri dalam Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45.
Tak sedikit buku-buku karangan Chairil semasa hidupnya, buku-buku itu adalah sebagai berikut. Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949), Tiga Menguak Takdir (1950, dengan Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986), Derai-derai Cemara (1998), Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide Kena Gempur (1951), dan terjemahan karya John Steinbeck.          

B.  Kerangka pikir
            Pada dasarnya, unsur puisi sebagai sebuah pembangun karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik secara langsung berada dalam karya sastra yang merupakan kesatuan unsur intern.
            Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis unsur ekstrinsikalitas yang terdapat dalam puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar dari segi pendekatan psikologi.
            Tujuan dari bagian ini adalah untuk menggambarkan secara jelas bagaimana kerangka pikir yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Peneliti berusaha menjalaskan hubungan keterkaitan antar variabel yang terlibat, sehingga posisi setiap variabel yang dikaji menjadi jelas (Sutopo,2002:32). Supaya lebih jelas dapat dilihat pada skema kerangka berpikir berikut.

APRESIASI SASTRA

P     U    I     S     I

UNSUR EKSTRINSIKALITAS DALAM PUISI KARAWANG BEKASI KARYA CHAIRIL ANWAR DARI SEGI PSIKOLOGI
A N A L I S I S

TEMUAN

                                            Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir




           
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Variabel dan Desain Penelitian
1.   Variabel
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel tunggal yaitu aspek psikologi dalam puisis Karawang Bekasi  karya Chairil Anwar. Variabel tersebut akan mengarahkan penulis dalam proses penelitian ini sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas tentang unsur ekstrinsik psikologi dari puisi karawang Bekasi karya Chairil Anwar.
2.   Desain Penelitian
Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskripitif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan prinsip metode kualitatif, yaitu mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, peneliti dalam menjaring dan mendeskripsikan bentuk psikologi dalam puisi karawang bekasi karya Chairil anwar. Hal ini dilakukan agar dalam penyaringan data pendeskripsian dapat secara objektif atau apa adanya, sebagaimana prinsip metode deskriptif kualitatif.

B.     Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas pemahaman tentang variabel yang digunakan dalam penelitian ini, akan diuraikan definisi variabel yang akan dioperasional dalam penelitian.
1.    Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).
2.    Psikologi dalam karya sastra adalah usaha-usaha menggali makna karya sastra (puisi), memberi peluang untuk lebih memahami pemikiran pengarangnya dalam hubungannya dengan situasi sosial pada zamannya.

C. Sumber Data
Sumber data merupakan data yang langsung didapat dan diperoleh oleh peneliti dari sumber pertamanya untuk keperluan penelitian. Sumber data penelitian ini adalah puisi Karawang Bekasi Karya Chairil Anwar(1948). Barawidjaja, Jilid 7, No 16 Tahun 1957.

D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam peneitian ini adalah dokumentasi yaitu mengumpulkan data dan mengolah data yang terdapat dalam puisi Karawang Bekasi kemudian ditulis dalam bentuk catatan. Data yang berhasil digali, dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu, setiap penelitian harus memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperoleh.

E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) penarikan simpulan. Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Penjelasannya sebagai berikut.
1. Reduksi data
Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang Analisis ekstrinsik psikologi sastra dalam puisi karawang bekasi karya Chairil Anwar. Informasi-informasi yang pengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.
2. Sajian data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dikembangakan dan dianalisis namun tetap tidak terlepas dari sumber data pertama yaitu puisi Karawang Bekasi.
3. Penarikan simpulan/ verifikasi
Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dari data yang diperoleh sejak awal penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar valid.




BAB IV
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 A.      Data Penelitian
Analisis deskriptif/ sajak/puisi adalah analisis sajak yang bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.
Sebagaimana kita pahami dalam kajian sastra, psikologi sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya karya sastra. Ia lahir dari proses yang rumit kegelisahan sastrawan atas kondisi masyarakat dan terjadinya ketengangan atas kebudayaannya. Sastra juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia mengungkapkan kondisi masyarakat pada masa tertentu. Dari sanalah sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi psikologi yang sesugguhnya mempresentasekan kebudayaan bangsanya.
Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi menggunakan pilihan kata yang sangat jelas, lugas, juga penuh dengan ketegasan atau keterus terangan.
“Kami yang terbaring antara Kerawang Bekasi”,
“Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi”.
Pada kata “terbaring” mempunyai makna denotasi tidur terlentang, tetapi sang penyair menggunakan kata “terbaring” yang mempunyai makna konotasi meninggal dunia, atau kematian. Akan tetapi kematian tersebut punya makna yang lebih mulia yaitu gugur sebagai pejuang. Hal itu dipertegas dengan pilihan kata pada kalimat berikutnya: “tidak bisa teriak” “merdeka” dan angkat senjata lagi” yang mempunyai makna sudah gugur di medan pertempuran. Hal ini sangat kental dengan kondisi psikis masyarakat pejuang tempo itu yang rela berkorban jiwa raga demi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Penggalan bait puisi “Karawang Bekasi” di atas mengandung makna yang dalam. “Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu/ Kenang, kenanglah kami” bait ini menggambarkan insan-insan yang rela mati muda demi perjuangan kemerdekaan yang meminta kesadaran serta simpati insan masa kini untuk tetap mengengang mereka dan melanjutkan perjuangan untuk membela tanah air sebagaimana lanjutan pada bait selanjutnya yaitu,
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
\Pada kata “tapi kerja belum selesaijelas tersurat makna bahwa perjuangan mereka para pahlawan yang terbaring di antara Karawang bekasi belumlah usai, masih perlu dilanjutkan oleh generasi penerus untuk lebih mampu melanjutkan perjuangan.
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Pada bait di atas mengandung makna yang sangat jelas bahwa hasil perjuangan para pahlawan adalah milik kita para generasi muda untuk menghargai dan melanjutkan apa yang mereka perjuangkan sebagai wujud bakti pada bangsa dan penghormatan pada para pahlawan.
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Pengorbanan jiwa raga para pahlawan untuk bangsa hanya dapat dinilai keberhasilan atau kegagalannya oleh upaya lanjutan dari para generasi penerus, hal ini sangat jelas tersurat dalam bait puisi di atas.
Personifikasi psikologis dalam sajak “Karawang Bekasi” diantaranya terlihat jelas pada “kami sekarang mayat, berikan kami arti” disini terlihat makna seakan-akan mayat yang secara sifatnya tidak dapat berbicara, tetapi oleh Sang Penyair “Mayat” tersebut dapat berbicara seperti manusia hidup dan berpesan “Biarkan kami arti” dan setersunya.
Analisis psikologis pada sajak “Karawang Bekasi  adalah sebuah kreasi puisi kemerdekaannya yang amat menyentuh perasaan sekaligus mengugah pikiran yang mengobarkan semangat juang dengan segala pengorbanannya. Sajak itu merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanannya yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang demi membela dan mewujudkan kemerdekaan.
Pada sajak “Karawang Bekasi” mempunyai tema mengenai nilai-nilai pengorbanan para pahlawan bangsa yaitu menceritakan akan perjuangan kemerdekaan yang dilakukan namun ia telah gugur dalam usia muda, dan berpesan kepada kita semua untuk selalu mengenangnya dan menjaga Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir sebagai petinggi bangsa pada masa itu dan merupakan pilar pendiri bangsa sehingga puisi Karawang Bekasi ini lebih bersifat heroism sebagaimana termaktub dalam bait-bait di bawah ini.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenanglah, kenanglah kami.
Serta terlihat jelas dalam bait di bawah ini.
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sahrir
Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar. Puisi ini sebenarnya merupakan satu bentuk pengharapan batin sang penulis terhadap kondisi yang ada. Pengharapan tersebut didasarkan pada perlakuan terhadap para pahlawan yang gugur dan dimakamkan di sepanjang jarak Karawan Bekasi.
Dengan kepiawaian yang dimilikinya, Chairil Anwar telah menuliskan segala apresiasinya terhadap kondisi dan perasaan para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangannya memberikan kemerdekaan bagi bangsa dan negaranya. Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar merupakan satu cara untuk mengingatkan kita terhadap segala jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan.
Dibayangkan oleh Chairil Anwar bahwa sebenarnya para pahlawan itu selalu berkomunikasi dengan kita, generasi penerus. Mereka selalu menginginkan agar kita melanjutkan segala perjuangan yang telah dilakukan.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Mereka tidak ingin kemerdekaan yang telah didapatkan hilang begitu saja tanpa upaya untuk menjaga atau mengembangkan menjadi lebih baik. Puisi karawang Bekasi Karya Chairil Anwar seakan merupakan jembatan mereka untuk menghubungi kita, generasi muda.

Semangat Kepahlawanan Yang Tak Pernah Padam
Para pahlawan yang dimakamkan sepanjang jarak Kerawang Bekasi seakan mengatakan pada kita bahwa mereka sudah tidak dapat berteriak lagi. Tetapi mereka merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat mereka maju ke medan perang. Mereka telah tidur panjang di pemakaman sepanjang Kerawang Bekasi.
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati
Walaupun mereka mati muda, tetapi semangat mereka tetap membara dan terus membahana di langit malam yang sepi. Mereka selalu berharap agar pada malam sepi dan hening, keberadaan mereka tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang utuk kemerdekaan bangsa dan Negara ini. mereka menyadari bahwa mereka hanya tulang berulang yang berserakan, dan kita yang menentukan nilai dari tulang tersebut.
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Semangat perjuangan mereka begitu bergelora, walau kemudian mereka terpaksa harus mati muda. Tetapi, semangat kepahlawanan mereka tidak pernah padam. Setiap saat, rasanya mereka bangkit dan ikut maju ke medan laga. Bagi mereka, pekerjaan belumlah selesai. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi kematian telah menyergap mereka sehingga tidak dapat lagi membuat perhitungan atas gugurnya 4 sampai 5 ribu sahabat mereka.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
dari bait di atas jelas tersurat makna perjuangan para pahlawan belum selesai hingga Chairil Anwar mencoba mengetuk hati kaum muda untuk melnjutkan perjuangan para pahlawan.

Pengharapan Tak Terbatas
Kenang, kenanglah kami, adalah sebagian ungkapan yang dituliskan oleh Chairil Anwar sebagai bentuk harapan tulus tanpa tendesi apa-apa. Mereka hanya ingin keberadaan mereka tidak dilupakan begitu saja sebab bagi mereka negeri ini adalah jiwanya. Negeri ini adalah hati dan segala rasa yang ada di dalamnya.
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Pengharapan para pahlawan yang gugur itu semakin jelas ketika kita membaca kata-kata berikutnya, teruskan, teruskan jiwa kami. Jelas bagi kita bahwa pengharapan para pahlawan tidak pernah berbatas. Mereka tetap berharap untuk dapat menjaga Bung Karno, menjaga Bung Hatta, menjaga Bung Sjahrir. Mereka tidak rela para pimpinan negeri mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itulah, mereka menitipkan dan berharap agar para pimpinan tetap dijaga.
Meskipun mereka telah terbaring dalam pemakaman sepanjang jarak antara Karawang Bekasi, tetapi mereka tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak ada habisnya. Inilah pengharapan tak berbatas yang sepertinya ingin mereka katakan. Walaupun sebenarnya, mereka telah menjadi tulang berulang yang berserakan antara Kerawang Bekasi.
Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar memang telah menjadi sumber semangat perjuangan yang tidak pernah habis tenaganya. Dengan tulisannya puisi ini, tumbuh kembali semangat untuk berjuang dan berusaha menjaga kedaulatan, pernyataan dan impian yang selama ini menjadi pengharapan semua.  

  
 B.      Pembahasan
Puisi Karawang Bekasi merupakan puisi yang dibuat pada tahun 1946 oleh Chairil Anwar setelah ia mendapatkan inspirasi dari kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi ini menceritakan perjuangan para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan menjaga tokoh negara. Mereka gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya memperoleh kemerdekaan.
Berdasarkan masyarakat, lingkungan; masyarakat yang ada dalam penciptaan puisi Chairil menceritakan kehidupan masyarakat Indonesia dengan lingkungan yang ada zaman dahulu masih sangat alami, sederhana dan masalah perjuangan melawan penjajah.
Puisi Chairil terikat oleh sejarah yang tidak bisa dengan mudah diterimah di mana dan kapan saja. Nada yang tersirat dalam puisi Chairil adalah pengorbana, semangat perjuangan dan pemimpin perdamaian.
Isi puisi Karawang Bekasi menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan, kemudian para prajurit tewas dalam pertempuran “Karawang Bekasi”. Prajurit muda yang tewas tersebut ingin di kenang oleh rakyat Indonesia serta agar perjuangan mereka diteruskan oleh rakyat Indonesia. Adapun motif yang terdapat dalam puisi ini yang dapat penulis petik adalah:
    a.     Motif perjuangan, menggambarkan perjuangan para prajurit yang gagah berani demi merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.
    b.     Motif Amanat, adanya pesan pengarang agar tetap mengenang jasa prajurit yang tewas dalam pertempuran “Karawang Bekasi”.
Para pahlawan yang dimakamkan sepanjang jarak Kerawang Bekasi seakan mengatakan pada kita bahwa mereka sudah tidak dapat berteriak lagi. Tetapi mereka merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat mereka maju ke medan perang. Mereka telah tidur panjang di pemakaman sepanjang Kerawang Bekasi.
Walaupun mereka mati muda, tetapi semangat mereka tetap membara dan terus membahana di langit malam yang sepi. Mereka selalu berharap agar pada malam sepi dan hening, keberadaan mereka tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang utuk kemerdekaan bangsa dan Negara ini. mereka menyadari bahwa mereka hanya tulang berulang yang berserakan, dan kita yang menentukan nilai dari tulang tersebut.
Kenang, kenanglah kami, adalah sebagian ungkapan yang dituliskan oleh Chairil Anwar sebagai bentuk harapan tulus tanpa tendesi apa-apa. Mereka hanya ingin keberadaan mereka tidak dilupakan begitu saja sebeb bagi mereka negeri ini adalah jiwanya. Negeri ini adalah hati dan segala rasa yang ada di dalamnya.
Pengharapan para pahlawan yang gugur itu semakin jelas ketika kita membaca kata-kata berikutnya, teruskan, teruskan jiwa kami. Jelas bagi kita bahwa pengharapan para pahlawan tidak pernah berbatas. Mereka tetap berharap untuk dapat menjaga Bung Karno, menjaga Bung Hatta, menjaga Bung Sjahrir. Mereka tidak rela para pimpinan negeri mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itulah, mereka menitipkan dan berharap agar para pimpinan tetap dijaga.
Meskipun mereka telah terbaring dalam pemakaman sepanjang jarak antara Karawang Bekasi, tetapi mereka tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak ada habisnya. Inilah pengharapan tak berbatas yang sepertinya ingin mereka katakan. Walaupun sebenarnya, mereka telah menjadi tulang berulang yang berserakan antara Kerawang Bekasi.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

 A.      Simpulan
Isi puisi Karawang Bekasi menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indoensia dan melepaskan diri dari penjajahan, kemudian para prajurit tewas dalam pertempuran “Karawang Bekasi”. Prajurit muda yang tewas tersebut ingin dikenang oleh rakyat Indonesia agar perjuangan mereka diteruskan oleh rakyat Indonesia. Adapun motif psikologi yang terdapat dalam puisi ini yang dapat penulis petik adalah:
a.     Perjuangan, menggambarkan perjuangan para prajurit yang gigih berani demi merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.
b.     Adanya pesan pengarang agar tetap mengenang jasa prajurit yang tewas dalam pertempuran “Karawang Bekasi”
Analisis psikologi pada sajak “Karawang Bekasi” adalah sebuah kreasi puisi kemerdekaannya yang amat menyentuh perasaan sekaligus menggugah pikiran yang mengobarkan semangat juang dengan segala pengorbanannya. Sajak itu merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanannya yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang demi membela dan mewujudkan kemerdekaan.
Para pahlawan yang dimakamkan sepanjang jarak Kerawang Bekasi seakan mengatakan pada kita bahwa mereka sudah tidak dapat berteriak lagi. Tetapi mereka merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat mereka maju ke medan perang. Mereka telah tidur panjang di pemakaman sepanjang Kerawang Bekasi.
Walaupun mereka mati muda, tetapi semangat mereka tetap membara dan terus membahana di langit malam yang sepi. Mereka selalu berharap agar pada malam sepi dan hening, keberadaan mereka tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang utuk kemerdekaan bangsa dan Negara ini. mereka menyadari bahwa mereka hanya tulang berulang yang berserakan, dan kita yang menentukan nilai dari tulang tersebut.
 B.      Saran
Dalam menyikapi fenomena kesusastraan, disarankan bagi para sastrawan atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia sastra agar seyogyanya senantiasa mengulas dan mengkaji karya-karya sastra baik karya sastra lama, modern dan kontemporer untuk memperkaya kazanah kesusastraan dan meminimalisasi keusangan karya sastra.